ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG ANAK DILUAR NIKAH
DOI:
https://doi.org/10.32678/bildalil.v1i01.120Keywords:
Hak Anak, Putusan Mahkamah Konstitusi, Anak di luar NikahAbstract
Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi, dan setiap anak yang terlahir harus mendapat hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hak tersebut merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Kedudukan anak di luar nikah tersebut akan menjadi beban bagi ibunya dan keluarga ibunya, dan status hukum anak juga tidak terjangkau oleh hukum seperti dalam penentuan keabsahan anak seperti status akta kelahiran anak. Padahal, di dalam kelahiran anak di luar nikah sang anak tidak berdosa sama sekali melainkan perbuatan hubungan antara kedua orangtuanya yang menyebabkan kelahirannya ke muka bumi ini. Keabsahan anak terkait erat dengan keabsahan suatu perkawinan antara kedua orangtuanya. Peraturan perundangan menentukan anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah. Selain itu, hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang kurang diberi perlindungan hukum, mengingat ibu anak di luar nikah akan dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan materi maupun psikis bagi anak tersebut, sementara ayahnya tidak dibebani dengan kewajiban dan tanggung jawab. Cita hukum yang terkadung dalam pasal 43 ayat (1) UU No. 1974, adalah berupaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak anak. Selain itu juga berupaya untuk memulihkan kerugian yang timbul dari kelahiran anak di luar perkawinan.













