PARADIGMA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI’AH DI INDONESIA
Abstract
Abstrak
Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian
sengketa ternyata masih dipandang oleh sebagian kalangan
hanya menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial,
belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung
menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya,
membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsive, menimbulkan
antagonisme di antara pihak yang bersengketa, serta banyak
terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal ini dipandang
kurang menguntungkan dalam duniai bisnis sehingga dibutuhkan
institusi baru yang dipandang lebih efisien dan efektif. Sebagai
solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian
sengketa non litigasi, yang dianggap lebih bisa mengakomodir
kelemahan-kelemahan model litigasi dan memberikan jalan
keluar yang lebih baik. Proses di luar litigasi dipandang lebih
menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin
kerahasiaan sengketa para pihak, menghindari keterlambatan
yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif,
menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam
kebersamaan, dan tetap menjaga hubungan baik. Tidak
dipungkiri, selain alasan-alasan di atas, dasar pemikiran
lahirnya model penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi
seperti BAMUI yang pada akhirnya menjelma menjadi
BASYARNAS, saat itu memang belum ada lembaga hukum yang
mempunyai kewenangan absholut karena Peradilan umum tidak
menggunakan perdata Islam (fikih muamalah) dalam hukum
formil maupun materiilnya, sedangkan Peradilan Agama saat itu
sebagaimana Pasal 49 ayat (1) UU No. 7/1989, kewenangannya
masih terbatas mengenai perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah,
wakaf dan shadaqah. Sehingga lahirnya model BASYARNAS saat
itu seakan-akan sebagai payung hukum alternatif -jika tidak
165
al Qisthâs; Jurnal Hukum dan Politik
boleh dikatakan kondisi darurat-, ibarat pepatah: “tidak ada
rotan akar pun jadi”. Sedangkan saat ini kewenangan Peradilan
Agama sudah diperluas melalui UU No. 3 Tahun 2006
diantaranya adalah kewenangan mutlak mengadili perkaraperkara
ekonomi
syariah
included perbankan syariah, tentu saja
hal ini memberikan paradigma berbeda dalam penyelesaian
sengketa perbankan syariah dibandingkan sebelum adanya
undang-undang tersebut.
Kata Kunci: Paradigma, Penyelesaian sengketa, perbankan
syariah, arbitrase, Pengadilan Agama,
BASYARNAS



